Jangan Pernah

Rabu, 02 Juni 2010

Pemahaman tentang kebodohan

Penulis dibesarkan di desa yang tandus. Musim kemarau jauh lebih panjang daripada musim penghujan sehingga bila hujan kami sangat senang. Suatu saat sedang turun hujan. Ibu penulis segera mengambil ember-ember untuk menampung air. Anehnya beliau meletakkan ember itu dengan cara yang berbeda-beda. Yang satu tengkurap, yang kedua tengadah tapi berlubang di bawahnya dan yang terakhir tengadah sebagaimana seharusnya. Tentu saja ember pertama tidak terisi air, ember kedua terisi air tetapi lambat laun habis dan ember ketiga terisi air penuh.
Ketika penulis bertanya apa maksudnya, ibu menjawab, “Yang pertama bila kamu tak mau sekolah, yang kedua sekolah tetapi tidak mau belajar dan yang ketiga sekolah dan rajin belajar.”
Setelah penulis renungkan, ada tiga tipe orang: menolak kebenaran, menerimanya dengan setengah hati dan menerima dengan sepenuh hati. Sebenarnya yang diperlukan bukan mencari kebenaran tetapi yang diperlukan adalah membuka dan menata hati agar kebenaran dapat bersemayam di dalamnya. Bila hujan turun yang diperlukan bukan mencari air tetapi menutup lubang yang ada di ember dan menempatkannya dengan cara yang benar.
Setelah berilmu maka orang menjadi pandai. Tetapi semakin pandai seseorang maka (seharusnya) dia makin merasa bodoh. Jadi dia merasa bodoh lagi. Perjalannanya adalah sebagai berikut: bodoh (takhalli), menuntut ilmu (tahalli), pandai (tajalli) dan kemudian bodoh lagi (takhalli lagi). Bingung ya?
Begini saja, bayangkan Anda sedang dzikir dengan memegang tasbih. Tentu Anda memulainya dari “titik nol“ bukan? Saat itu Anda sedang takhalli (merasa bodoh). Lalu berdzikir sambil memutar tasbih. Ini namanya tahalli (menuntut ilmu sehingga pandai). Selesai wirid itu namanya tajalli. Bukankah saat itu kita kembali lagi di “titik nol“. Nah itu namanya takhalli (merasa bodoh lagi).
Jadi dari menyadari kebodohan, kembali lagi kepada menyadari kebodohan. Hanya saja menyadari kebodohan yang kedua adalah menyadari kebodohan “plus“. Inilah makna sabda Sayyidina Abu Bakar ra: ketidakpahaman adalah pemahaman itu sendiri.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Salam sukses...unk netter yg punya blog/web silahkan gabung unk menjadi publisher. info: http://www.blog.aribum.com

Berlalu